Trading Saham Halal Atau Haram? Ini Hukum Menurut Para Ulama
Mesikupun trading saham semakin diminati, namun perdebatan trading saham halal atau haram tidak pernah berhenti, terutama oleh generasi millenials dan para-Gen Z. Hal ini dikarenakan para investor memperkirakan capital gain yang lebih cepat diperoleh lewat trading saham halal atau haram dibanding jenis investasi lainnya.
Namun, status hukum halam atau haram juga menjadi topik yang harus dikupas sebelum memutuskan berinvestasi dalam Trading Saham.
Sekilas Tentang Trading Saham Halal Atau Haram
Berbicara tentang saham, tidak semua generasi millenials memahami makna dari trading saham halal atau haram. Sebagian besar lebih mengerti investasi pada industri perbankan atau pada investasi bisnis riil lainnya.
Secara sederhana, trading saham halal atau haram merupakan salah satu dari banyak cara yang bisa dilakukan untuk memperoleh uang cukup besar dengan mengambil keuntungan atas selisih dari jual-beli saham pada lantai bursa.
Namun, seiring berkembangnya zaman, tidak hanya investor berpengalaman saja tetapi masyarakat yang baru saja ingin terjun investasi pun termasuk dalam hal ini generasi muda langsung berkecimpung di dunia trading.
Banyak dari mereka yang telah sukses dalam trading saham halal atau haram berbagi pengalamannya di platform media sosial, mulai dari Facebook, TikTok, Instagram hingga Youtube. Mereka berbagi tentang cara, besaran modal, hingga besarnya keuntungan trading saham halal atau haram.
Tingginya minat masyarakat untuk ikut dalam trading saham halal atau haram dapat dibuktikan dengan meningkatnya jumlah investor saham yang tercatat di C-BEST. Sebanyak 28,57% terjadi penambahan jumlah investor saham per 28 Desember 2022 yakni menjadi 4,44 juta investor, dibandingkan pada akhir 20213,45 juta.
Perbedaan Investasi Saham dan Trading Saham
Sebelum mengulas perbedaan antara investasi saham dengan trading saham halal atau haram, terlebih dahulu kita mengurai defenisi saham.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan saham sebagai hak yang dimiliki investor (pemegang saham) terhadap suatu perusahaan disebabkan penyerahan sebagian modal sehingga dianggap berbagi pula dalam hal pemilikan dan pengawasan.
Sebagai contoh, jika suatu perusahaan menerbitkan 100 lembar saham dan seorang investor memiliki 20 lembar saham pada perusahaan tersebut, maka pada perusahaan tersebut, si investor memiliki 20% kepemilikan aset.
Maka investasi saham diartikan sebagai kegiatan membeli saham dan kemudian disimpan dan dijual kembali nantinya.
Adapun trading merupakan transaksi jual beli dalam kurun waktu singkat (jangka pendek) di pasar non-riil. Namun, trading faktanya tidak hanya saham, tetapi juga pada valuta asing ataupun forex.
Maka trading saham dimaknai sebagai kegiatan jual beli surat bukti kepemilikan atas perseroan terbatas dalam jangka pendek. Hal ini dilihat dari harga pasar setiap harinya. Rentang waktu jangka pendek yang dimaksud paling lama dalam jangka 1 minggu, sehingga sering terjadi per-15 menit atau per-30 menit.
Seorang trader biasanya akan membeli saham saat harga turun dan akan menjual pada saat harga lebih tinggi.
Pandangan Trading Saham Halal
Sebagai seorang muslim, perbuatan tidak hanya dilakukan hanya karena ada manfaatnya. Namun harus dipastikan apakah perbuatan yang hendak dilakukan adalah perbuatan halal. Hingga kini, masih banyak perdebatan tentang halal atau haram perdagangan saham.
Trading saham halal atau haram merupakan salah satu instrumen investasi kontemporer. Sehingga dibutuhkan ijtihad dalam menetapkan hukumnya.
Trading saham halal atau haram dapat disamakan dengan investasi saham dalam menetapkan hukumnya. Hal ini karena keduanya hanya dibedakan pada jangka waktu perdagangan saja.
Saham halal ataukah haram ditentukan dari tiga aspek, yakni dalam transaksi saham, pengelolaan usaha tempat berinvestasi serta prosedur penerbitan atau pengeluaran saham. Jika semua unsur tersebut dijalankan menurut prinsip syariah, perbuatan tersebut dapat ditetapkan sebagai perbuatan halal.
Fatwa MUI Terkait Saham
Salah satu lembaga yang berhak menetapkan halal atau haram perdagangan intrument pada pasar modal dan pasar uang, ialah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Berdasarkan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI ke-7 yang digelar pada 9-11 di Jakarta serta Fatwa DSN No.40 MUI, berikut pendapat tentang kebolehan investasi saham, yaitu:
- Jenis Saham yang diperdagangkan adalah Saham Biasa (al-ashum al-‘adiyah/Common Shares) maka bukan masuk dalam jenis Saham Preferen (al-ashum al-mumtazah/Preferred Shares).
- Kegiatan pengelolaan usaha dari perusahaan termpat berinvestasi tidak boleh bertentangan dengan prinsip Syari’ah.
- Total utang yang berbasis bunga milik perusahaan tempat berinvestasi tidak lebih dari 45% (empat puluh lima persen), dibanding dengan total aset yang dimilikinya.
- Total pendapatan tidak halal yang diperoleh perusahaan tempat berinvestasi tidak lebih dari 10% (sepuluh persen), dibandingkan dengan total pendapatan usahanya ditambah pendapatan lain-lain.
- Pemegang Saham tempat trader berinvestasi harus menerapkan prinsip Syari’ah. Harus memiliki mekanisme atau skema pembersihan kekayaan (cleansing) dari semua unsur yang tidak relevan dengan prinsip Syari’ah.
Tiga fatwa DSN-MUI menetapkan bahwa investasi saham itu halal. Fatwa DSN-MUI No: 20/DSN-MUI/IV/2001 terkait Pedoman Pelaksanaan Investasi Reksadana Syari’ah, Fatwa DSN-MUI No: 40/DSN-MUI/X/2003 terkait Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syari’ah di Bidang Pasar Modal, dan Fatwa DSN-MUI No.
Berdasarkan hal tersebut kamu tentu sudah tergambar bagaimana kualifikasi saham halal versi DSN-MUI.
Pandangan Trading Saham Haram
Perdebatan Halal atau Haram Trading Saham bukanlah hal asing bagi para investor. Hal ini disebabkan karena ke-baru-an fakta perdagangan tersebut. Pada masa lampau investasi pada sektor non riil tidaklah ditemukan.
Menurut Ustadz Dr. Oni S. pada telegramnya, terdapat hal yang dilarang dalam trading saham, sehingga disimpulkan bahwa hukum trading saham adalah halam. Berikut diuraikan dalam 3 unsur:
Short Selling
Trading saham halal atau haram memiliki banyak variasi, di antaranya short selling. trading saham halal atau haram dianggap memiliki indikator yang menjadikannya haram, yakni sebagai berikut:
- Transaksi pada trading adalah jual beli, bukan transaksi investasi.
- Transaksi trading dilakukan dengan singkat bahkan sangat singkat.
- Aksi jual dilakukan karena harga saham yang telah dibeli sebelumnya telah naik nilainya.
- Motivasi dalam melakukan trading bukan investasi, melainkan semata-mata karena jual beli.
Spekulasi
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional, trading saham halal atau haram dianggap terlarang karena di dalam transaksi jual beli trading saham halal atau haram terdapat unsur spekulasi yang sangat dilarang Islam.
Pada kitab Al-Majmu’ Al-fatawa, Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa ada dua resiko, yaitu:
- Resiko yang melekat dalam bisnis (ini diperbolehkan)
- Resiko yang termasuk dalam spekulasi (tidak diperbolehkan)
Dijual Sebelum Dimiliki
Selain kedua unsur yang sudah diuraikan, unsur terlarang lainnya yang dianggap melekat pada trading saham halal atau haram ialah karena trader akan menjual sesuatu yang belum dimiliki yang terdapat dalam praktik short selling.
Pada trading saham halal atau haram, seseorang dianggap membeli saham kemudian menjual sebelum dimiliki.
Praktik seperti ini dilarang oleh Rasulullah saw. sebagaimana terdapat pada Hadits yang diriwayatkan oleh al-Khamsah dari Hakim bin Hizam, yang artinya: “Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu”.
Berdasarkan ketiga unsur ini, disimpulkan bahwa jual beli saham dengan trading tidak diperkenankan. Sebagai alternatif adalah dengan investasi membeli saham. Nantinya, saham yang dibeli akan menjadi modal investasi disertai akad mudharabah (bagi hasil) maupun syirkah. Sehingga saat periode tertentu pemilik saham akan memperoleh dividen ataupun hasil.
Pandangan Lain Trading Saham Halal Bisa Berubah Jadi Haram
Pandangan lain tentang sistem trading yang dianggap halal adalalah trading saham halal atau haram yang berbasis spot atau diartikan perdagangan saham yang dilakukan dari satu titik. Transaksi spot biasanya terjadi lewat bursa atau over the counter.
Sebagai contoh, perdagangan saham online yang terjadi dengan tindakan menekan tombol deal. Hal ini dilakukan oleh para trader dengan kecepatan respon sistem, serta harus tidak terjadi keterlambatan respon.
Jika terjadi keterlambatan respon maka dapat memengaruhi harga. Sehingga jika berhenti di sini maka seolah telah terjadi akad jual beli pada trading. Maka hal ini dianggap menyerupai akad muzabanah, muhaqalah ataupun munabadzah.
Defenisi Muzabanah, Muhaqalah Ataupun Munabadzah.
Jika merujuk ke beberapa teks fiqh, jual beli muzabanah, muhaqalah ataupun munabadzah yang dimaksud didasarkan pada penjelasan dalam Kitab Mu’jamu al-Ma’anay. Munabadzah disebut sebagai jual beli pada era jahiliyah (masa sebelum Islam hadir).
Diumpamakan seseorang yang melakukan pelemparan batu kerikil atau yang sejenisnya ke arah objek barang atau benda yang dibeli, semisal sekumpulan kambing. Tatkala melakukan pelemparan, si pembeli berkata kepada si pemilik dagangan (sekumpulan kambing).
Bahwasanya apa yang nantinya terkena lemparan dari kerikil miliknya akan menjadi miliknya. Kemudian akan ditukarkan dengan harga sekian dan sekian.
Terkadang defenisi munabadzah dijelaskan dengan konteks lain, namun tetap dengan pengertian yang sama.
Larangan Jual Beli Jenis Mulamasah dan Munabadzah
Di dalam Kitab al-Hawy al-Kabir fi Fiqh, Madhab al-Imam Al-Syafi’i li al-Mawardi pada Juz 5, halaman 338, Imam Asy-Syafi’i rahimahulloh menyatakan bahwa Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, melarang transaksi jual beli jenis mulamasah maupun munabadzah.
Jual beli dengan bentuk mulamasah diumpamakan seorang pemuda datang serta membawa baju yang dilipat. Kemudian disentuh oleh pihak pembeli dalam kondisi tidak mengetahui kondisi baju tadi karena tidak melihat atau dalam kondisi kegelapan.
Kemudian si pemilik baju menyatakan bahwa ia menjual bajunya tersebut pada si pihak pembeli (yang menyentuh baju). Apabila nanti terjadi jual beli, maka cukup dengan memegang baju tadi maka si pembeli tidak memiliki hak khiyar.
Apabila setelah ada akad jual beli, lalu ia melihat bagian dalam dan panjang serta lebarnya baju tersebut kemudian ingin membatalkan jual beli karena merasa tidak cocok, maka dalam jual beli mulamasah tidak bisa dibatalkan.
Jual beli jenis mulamasah di Indonesia kita kenal juga dengan istilah seperti membeli kucing dalam karung.
Adapun jual beli jenis munabadzah diumpakan dengan kondisi ketika si A melempar baju kepada si B. Begitu juga sebaliknya, si B juga melempar baju kepada si A.
Setiap dari baju tersebut dianggap sebagai ganti satu sama lain. Pada kondisi ini tidak ada hak khiyar bagi keduanya, pada saat mereka sudah mengetahui panjang serta lebar baju masing-masing yang diperoleh. Jual beli jenis munabadzah sudah menetapkan harga jual diawal sebelum barang dipertukarkan.
Jual beli jenis mulamasah dan munabadzah telah dilarang sebab dalam praktiknya seseorang yang terlibat dalam aktivitas jual beli tidak diberi hak khiyar.
Al-Khiyar
Secara lughawiy (bahasa), khiyar diartikan; memilih, menyaring atau menyisihkan. Adapun merujuk pada semantik kebahasaan, kata al-khiyar berasal dari kata al-khair yang bermakna terbaik.
Oleh karena itu, al-khiyar dalam pengertian bahasa bisa diartikan memilih maupun menentukan sesuatu hal yang terbaik dari dua hal yang ada (atau lebih) untuk dijadikan pilihan dan pegangan. Adapun menurut istilah, al-khiyar ialah; hak yang melekat pada seseorang yang melakukan jual beli untuk menentukan pilihan antara membatalkan atau meneruskan perjanjian jual-beli.
Persoalan al-khiyar, dalam pandangan para ulama fikih merupakan hal yang sangat utama dalam aktivitas jual beli. Al-khiyar meniadakan unsur spekulatif (maisir) dan untung-untungan.
Al-Khiyar dan Trading Saham
Maka jika hal tersebut dikaitkan dengan trading saham halal atau haram yang pasti dilakukan secara online, keterlambatan respon sistem sesungguhnya bukan merupakan persoalan utama. Justru masalah utamanya adalah al-khiyar apakah ada atau tidak dalam jual beli saham (trading) yang dilakukan.
Praktiknya, objek pada trading saham halal atau haram diasumsikan sudah bersifat seragam dan sejenis yaitu berupa saham. Sepertinya hal ini tidak memerlukan diadakannya khiyar. Namun faktanya, harga saham pada setiap detiknya bisa mengalami perubahan, tentu tidak seragam.
Inilah yang menjadi faktor utama untuk diperhatikan. Sah atau tidaknya keberadaan unsur spekulasi (maisir) dalam trading, yakni dikaitkan dengan persoalan kemakluman harga.
Apabila respons sistem mengalami keterlambatan, dari harga yang sudah diklik pada saat trader memutuskan untuk buy (beli) ataupun sell (jual), maka pada kondisi ini akan terjadi atau muncul harga yang belum/tidak diketahui (dalam hal ini disebut majhul). Hal inilah yang nantinya menyebabkan adanya maisir ataupun judi.
Tetapi apabila keterlambatan sistem yang dimaksud bisa dihilangkan maka spot sistem yang diperbolehkan dalam Islam pun berlaku. Inilah yang menjadi latar belakang pandangan dihalalkannya hukum trading. Disebabkan antara harga yang ditawarkan dan barang (saham) menjadi bersifat saling serah terima pada detik itu juga (taqabudh).
Namun sebaliknya, apabila harga dan barang yang ditawarkan bersifat tidak saling serah terima pada detik yang sama, maka hukum trading saham halal atau haram pun berubah menjadi haram.
Apa saja yang masuk dalam daftar saham halal?
Buat kamu yang ingin tahu tentang daftar saham halal kamu bisa mengakses JII (Jakarta Islamic Index). Saham yang termasuk ke dalam kategori tersebut dianggap kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
Konstituen JII saat ini yang paling likuid yang tercatat di BEI terdiri dari 519 saham syariah, untuk periode 8 Februari 2023.
Akhir Kata
Inilah gambaran singkat mengenai trading saham halal atau haram. Pastikan kamu mengenal dunia investasi, beserta bagaimana hukumnya. Sehingga pada saat kamu ingin terjun dalam trading saham halal atau haram kamu sudah tahu langkah terbaik yang harus dilakukan.